Sabtu, 16 April 2011

perkembangan kognitif

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif
Kognitif secara umum diartikan sebagai apa yang dikethui serta apa yang dipikirkan oleh seseorang. Juga ditelaah gambaran klasiknya, maka kognitif meliputi “higher-mental processes” seperti pengetahuan, kesadaran, intelegensi, pikiran, imaginasi, daya cipta, perencanaan, penalaran, pengumpulan, pemecahan masalah, pembuatan konsep, pembuatan klasifikasi dan kaitan-kaitan, pembuatan symbol-simbol dan mungkin juga fantasi serta mimpi. Gambaran masa kini mengenai kognitif mencakup batasan-batasan yang lebih luas. Ada yang menambahkan psikomotorik, persepsi, bayangan, ingatan, perhatian, dan belajar.
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.

B. Teori Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Piaget
Setelah diuraikan tentang pengertian perkembangan kognitif secara umum di atas, selanjutnya akan diuraikan tentang perkembangan kognitif secara spesifik yaitu perkembangan kognitif menurut pandangan Piaget.
Jean Piaget merupakan salah seorang pakar psikologis Swiss yang banyak mempelajari perkembangan kognitif anak. Dari hasil wawancara dan pengamatannya terhadap anaknya sendiri, Piaget meyakini bahwa anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Anak itu tidak pasif dalam menerima informasi, melainkan berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas.
1. Ide-ide dasar teori Piaget
Piaget menemukan beberapa konsep dan prinsip-prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, yang mana hal ini dihasilkan dari wawancara dan pengamatannya yang mendalam dengan anaknya dalam situasi pemecahan masalah. Diantaranya konsep dan prinsip tersebut adalah:
a. Anak adalah pembelajar yang aktif, yaitu Piaget meyakini bahwa anak itu tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar secara pasif. Tetapi sebaliknya, mereka selalu ingin tahu tentang dunia mereka sehingga secara aktif mereka berusaha untuk mencari informasi-informasi yang digunakan untuk membantu pemahaman tentang realitas dunia yang ereka hadapi. Untuk memahami hal tersebut, anak-anak menggunakan apa yang biasanya disebut oleh Piaget dengan “schema” yakni suatu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi.
b. Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya. Yakni anak-anak itu tidak hanya mengumpulkan apa-apa yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi kesatuan, sebaliknya mereka secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia itu bergerak. Misalnya ketika seorang anak itu berintegrasi dengan binatang-binatang kesukaannya, mengunjungi kebun binatang atau melihat gambar-gambar binatang, mereka ini mulai mengembangkan suatu pemahaman yang kompleks tentang binatang-binatang.
c. Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Ketika mereka menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses yang bertanggung jawab, yaitu assimilation dan accommodation. Proses asimilasi ini terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah dimilikanya. Sedangkan proses akomodasi ini terjadi ketika seorang anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni anak menyeuaikan skema mereka dengan lingkungannya.
d. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui proses asimilasi dan akomodasi sistem kognisi seseorang berkembang dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga terkadang mencapai keadaan equilibrium, yaitu keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya di lingkungan. Keadaan seimbang ini tidaklah bertahan hingga batas waktu yang tidak ditentukan, terkadang sebagai anak yang sedang tumbuh, sering kali mereka berhadapan dengan situasi dimana mereka tidak bisa menjelaskan secara memuaskan tentang dunia dalam terminology yang dipahainya. Kondissi yang demikian ini akan menimbulka konflik kognitif atau disequilibrium, yakni semacam ketidaknyamanan mental yang mendorongnya untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang mereka saksikan. Namun pada akhirnya mereka mampu memecahkan konflik, mampu memahami kejadian-kejadian yang sebelumnya membingungkan, serta kembali mendapatkan keseimbangan pemikiran dengan memakai akomodasi. Serangkaian proses inilah yang disebut dengan proses ekuilibrasi.
2. Tahapan Perkembangan Kognitif
Piaget meyakini bahwa pemikiran anak itu berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Tahap-tahap ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Begitu juga dengan corak pemikiran anak pada satu tahap berbeda dengan pemikirannya pada tahap lain. Jean piaget membagi perkembangan intelek/kognitif menjadi empat tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget pada tahap ini interaksi anak pada lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Interaksi ini terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi dari lingkungannya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-perlahan belajar mengkoordinasi tindakan-tindakannya.
b. Tahap Operasional.
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang di tandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak di dukung oleh pemikiran tetapi oleh unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Piaget anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang lain anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit untuk membaca kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih punya anggapan bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini anak mampu menyimpan kata-kata serta menggunakannya terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap belajar bahasa, membaca, dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak, akan mempunyai akibat sangat baik pada perkembangan bahasa mereka. Cara belajar yang memegang peran pada tahap ini ialah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Sering kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada disekitarnya, misalnya pohon, anjing,kucing, dan sebagainya. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya. Piaget menyebut tahap ini sebagai collective monologue, pembicara yang egosentris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
c. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung pada usia 7-11 tahun. Pada usia ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Piaget Interaksinya dengan lingkunagannya, termasuk dengan orang tuanya, sudah semakin berkembang dengan baik egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini anak sudah mulai memahami fungsional karena mereka sudah menguji coba permasalahan. Cara berpikir anak yang masih bersifat konkret menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkret.
d. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Menurut Piaget Interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dengan interaksinya dengan orang tua. Namun secara diam-diam sebenarnya mereka juga masih mengharapkjan perlindunhan orang tua karena belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu kegiatan akan lebih memberikan akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya.
3. Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
Perkembangan kognitif peserta didik itu mempunyai karakteristik masing-masing, dimana perkembangan kognitif antara peserta didik di SD pasti berbeda dengan perkembangan kognitif peserta didik di SMP atau SMA. Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik ini bisa di bagi menjadi dua tingkatan, sebagai berikut:
a. Usia Sekolah (Sekolah Dasar-SD)
Mengacu pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak diusia sekolah dasar ini termasuk dalam tahap pemikiran konkret-operasional, yakni masa dimana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Pada usia sekolah ini anak sudah memiiki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersifat pancaindra, karena mereka sudah mulai mampu untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan apa kenyataan yang sesungguhnya. Menurut Piaget anak-anak dalam usia ini telah mampu menyadari konservasi, yaitu kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak. Karena pada masa ini anak telah mengmbangkan tiga macam proses yang disebut sebagai operasi-operasi, yaitu:
1) Negasi, yaitu suatu proses dimana pada masa pra-operasional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deretan benda, yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada akhirnya keadaannya menjadi berbeda. Mereka tidak melihat apa yang terjadi diantaranya. Tetapi pada masa konkret operasional ini anak itu sudah mampu untuk memahami proses apa yang terjadi di antara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.
2) Hubungan timbal balik (resiprokasi), proses dimana seorang anak itu sudah mengetahui hubungan timbal balik dari suatu kejadian, misalnya ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda itu bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak itu sudah mengetahui hubungan timbale balik, maka anak itu juga tahu bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
3) Identitas, yaitu anak pada masa konkret operasional ini sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu dan anak sudah bisa menghitung.
Pada masa konkret operasional ini pemikiran anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkret, suatu realitas secara fisik, benda-benda yang benar-benar nyata. Keterbatasan lain pada masa ini yaitu egosentrisme, artinya anak belum mampu membedakan antara perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang secara langsung dialami dengan perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang hanya ada dalam pikirannya.
b. Remaja (SMP dan SMA)
Secara umum karakteristik pemikiran remaja pada tahap operasional formal ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Pada tahap operasional formal remaja sudah mampu mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan.
Pada tahap ini juga remaja sudah mampu untuk berpikir sistematis, mampu berpikir apa yang akan terjadi, serta mampu untuk memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk memecahkan masalah tersebut.
4. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget terhadap pendidikan.
Meskipun Piaget tidak banyak menulis tentang pendidikan, dan teori-teori kognitif yang diajukan Piaget ini sebenarnya hanya bermaksud menerangkan dan memberi satu pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kognisi anak-anak berkembang. Akan tetapi teori kognitif Piaget ini memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan penting dalam proses pendidikan di Sekolah. banyak Guru yang mendapatkan ide dari teori Piaget ini untuk mendesain kurikulum dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didiknya.
Sebagaimana dalam bukunya Desmita yang mengutip dari Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod (2002) menyebutkan implikasi teori Piaget bagi Guru-guru di sekolah, yaitu:
a. Memberikan kesempatan pada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam. Anak-anak dari seua usia akan banyak mendapat pelajaran dari hasil eksplorasi dunia nyata. Misalnya pada tingkat pra-operasional eksplorasi ini bisa berupa permainan dengan air, pasir, balok-balok kayu, dan lain-lain.
b. Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah. Karena dengan mengetahui pemikiran dan penalaran para siswa, guru akan dapat menyusun kurikulum dan materi-materi pengajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir mereka.
c. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.
d. Tahap-tahap kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para Guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
e. Merancang aktifitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa lain. Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya atau teman sekelas sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Perkembangan kognitif sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh faktor hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi kemampuan berpikir setaraf normal, diatas normal, atau di bawah normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2. Faktor Lingkungan
Variasi dalam stimulus adalah bagian penting dari lingkungan dan belajar untuk perkembangan inteligensi/kognitif anak. Bila pengalaman awal masa kanak-kanak banyk diisi dengan variasi dalam melihat, mendengar, dan meraba, maka perkembangan berikutnya akan ditunjang oleh kemauan yang selalu menginginkan variasi dalam melihat, mendengar, dan meraba. Kapasitas ini menjadi kunci bagi perkembangan kognitf anak. Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Yang paling penting dilakukan oleh orang tua atau keluarga adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk mewujudkan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.
b. Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan kognitif anak terletak di tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan kognitif anak. Membawa para peserta didik ke objek-objek tertentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan kognitif peserta didik.
3) Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik, perkembangan kognitifnya juga akan terganggu.
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan kognitif peserta didik.
Menurut Andi Mappiare hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain :
1. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang yang sehingga ia mampu berfikir refleksi.
2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.
3. Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Panduan bagi orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP dan SMA). Bandung: Rosdakarya

Setiono, Kusdwiratri. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Widya Padjadjaran

Sunarto dan Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar