Sabtu, 16 April 2011

akhlak tawaddu'

BAB II
PEMBAHASAN

II. I. Pengertian Tawadhu’, Taat, Qana’ah, dan Sabar
Adapun yang disebut dengan akhlak terpuji adalah segala tingkah laku yang terpuji (mahmudah) yang dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain dan dirinya sendiri serta bernilai pahala jika seseorang melaksanakannya tanpa pamrih dan merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah swt.
Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik, seperti sikap tawadhu’, taat, qana’ah, dan sabar. Beberapa perilaku tersebut adalah hasil dari sifat-sifat baik yang dimiliki seseorang akibat dari pemahaman mereka terhadap hakikat dari akhlak terpuji.

II.I.I. Pengertian Tawadhu’
Tawadhu’ adalah kepasrahan menerima kebenaran dari siapapun datangnya, baik miskin ataupun kaya, mulia ataupun hina, lawan ataupun teman.
Tawadhu’ mempunyai dua arti. Pertama, pasrah terhadap kebenaran serta menerima kebenaran tersebut dari siapapun datangnya. Kedua, tawadhu’ adalah menundukkan pundak anda terhadap orang lain. Artinya menundukkan pundak ialah bergaul dengan orang lain secara lembut, siapapun mereka baik pelayan ataupun yang dilayani, orang mulia atau terhina
Merendahkan diri (tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya.
Tawadhu’ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Dalam Q.S. Luqman: 18-19
   ••  •   •  •    •           •     
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong.
Tahukah anda apa yang diperbuat Allah swt terhadap Iblis yang terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah swt karena tidak memiliki sikap tawadhu’ dan sebaliknya justru menyombongkan dirinya.

II.I.II. Pengertian Taat
Taat secara bahasa adalah senantiasa tunduk dan patuh, baik terhadap Allah, Rasul maupun Ulil Amri (pemimpin). Hal ini tertuang di dalam Q.S. An-Nisa’: 59
                              
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“

Berpedoman pada firman Allah swt diatas yang memerintahkan orang-orang yang beriman supaya selalu memurnikan ketaatan hanya kepada Allah, Rasul maupun Ulil Amri. Soal pemimpin yang bagaimana yang harus ditaati tersebut? Tentu pemimpin yang juga taat kepada Allah dan Rasulnya, lalu masih adakah pemimpin yang memiliki sifat seperti yang di uraikan diatas? Yang lebih mengutamakan kepentingan umum & rakyat diatas kepentingan pribadi dan keluarganya?
Taat pada Allah tidak hanya asal taat, di dalam pelaksanaan teknisnya harus benar dan sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan dengan tanpa alasan apapun menghentikan segala larangan-Nya. Sebenarnya apa-apa yang menjadi perintah Allah swt sudah tidak diragukan lagi pasti tersimpan segala kemaslahatan (kebaikan), sedangkan apa-apa yang menjadi larangan-Nya sudah tertulis akan segala kemudharatanya (keburukan). Kemudharatan (bencana alam dimana-mana) yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan imbas dari tidak menghiraukan segala larangan Allah dan Rasul-Nya. Q.S Ali Imran: 32 memperjelasnya:
       •     
“Katakanlah, taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.“
Begitu juga ketaatan kepada Rasul, yaitu Rasulullah saw dengan selalu mengimplementasikan yang terdapat dalam hadits beliau. Sebagai utusan Allah, Nabi Muhammad saw mempunyai tugas menyampaikan amanah kepada umat manusia tanpa memandang status, jabatan, suku dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi setiap muslim yang taat kepada Allah swt harus melengkapinya dengan mentaati segala perintah Rasulullah saw sebagai utusan-Nya. Sebagaimana Firman Allah di dalam Q.S At-Taghabun: 12
            
“Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban rasul kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang.“
Allah swt adalah adalah Sang Khalik, pencipta alam semesta beserta isinya ini. Rasulullah saw adalah utusan-Nya untuk seluruh umat manusia bahkan kelahiran dari beliau, alam semesta ini mendapat rahmat yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu, siapapun yang telah berikrar (bersyahadat) maka dengan sendirinya lahirlah suatu kewajiban dalam bentuk ketaatan kepada keduanya dalam situasi dan kondisi apapun. Namun, jenis ketaatan seperti yang disebutkan di atas akan lebih sempurna kalau diiringi dengan ketaatan dan kepatuhan kepada Ulil Amri atau pemimpin. Ketaatan tersebut dalam artian harus selalu taat dan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditelurkan secara bersama, tentu selama peraturan itu masih diatas nilai-nilai kemanusiaan dan tidak menyimpang dari aturan agama Islam. Ketaatan itu bukan hanya harus diimplementasikan pada pemimpin dalam artian luas saja, dalam artian sempit pun harus menjadi keseharian kita, seperti taat kepada orang-orang yang memiliki kuasa dan kedudukan yang lebih tinggi. Seorang anak harus taat dan patuh pada kedua orang tuanya, murid kepada gurunya, istri kepada suaminya dan sebagainya.
Ketatatan yang kita lakukan kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri merupakan ketaatan yang akan berakibat baik terhadap amal ibadah kita selama ketatan tersebut tidak diselimuti oleh berbagai bentuk kebohongan, penyakit hati, kemunafikan dan sebagainya. Islam justru sangat memuliakan umatnya yang memiliki sifat tawadhu’ dengan selalu merendahkan hati baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Kita sebagai muslim harus menyadari bertawadhu’ merupakan bagian dari Akhlakul Karimah yang melahirkan manusia-manusia yang berperilaku baikdengan memunculkan suatu kesadaran akan hakikat kejadian dirinya dan tidak pernah mempunyai alasan untuk merasa lebih baik, lebih pintar, lebih kaya, lebih tampan, lebih cantik maupun lebih-lebih lainnya antara dirinya dengan orang lain. Dalam Q.S. Al-Furqan: 63 dijelaskan:
            
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.”
II.I.III. Pengertian Qana’ah
Qana’ah, yaitu kemampuan diri dalam menerima dan mensyukuri, serta merasa cukup terhadap setiap anugerah dan nikmat Allah. Qana’ah juga berarti rela menerima apa adanya dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Dalam Q.S. Al-Baqarah: 157
          
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tenteram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakikatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan mewah, namun hatinya penuh diliputi keserakahan dan kesengsaraan, sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Nabi saw bersabda dalam salah satu haditsnya:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ اْلغَنِيُّ عَنْ كَثْرَةِ اْلعَرْضِ وَلَكِنَّ اْلغِنَى غِنَى النَّفْسِ (متفق عليه)
"Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi saw: Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati". (H.R. Bukhari & Muslim(

Karena hatinya senantiasa merasa berkecukupan, maka orang yang mempunyai sifat Qana’ah, terhindar dari sifat loba dan tamak, yang cirinya antara lain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena merasa masih kurang puas dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Sabda Rasulullah saw:

عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا اَتاَهُ. (رواه مسلم)
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup serta merasa cukup dengan apapun pemberian Allah swt kepadanya.” (HR. Muslim)

Disamping itu Qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
II.I.IV. Pengertian Sabar
Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat sebagai faktor kesempurnaannya. Abdullah Al-Yamani, dalam bukunya tentang sabar mengartikan bahwa sabar adalah menahan diri dalam kesulitan. Adapun secara terminologi, kata sabar adalah menahan jiwa atau diri untuk tidak galau, menahan lisan untuk tidak mengeluh, serta menahan tangan dan kaki untuk tidak berlaku kasar terhadap orang lain.
Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat. Karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga tidak memiliki “kekuatan” untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya, sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar.
Sebaliknya, malaikat dibersihkan dari syahwat sehingga selalu cenderung kepada kesucian ilahi dan mendekat kepada-Nya. Karena itu tidak memerlukan “kekuatan” yang berfungsi melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian tersebut.
Tetapi manusia adalah makhluk yang dicipta dalam suatu proses perkembangan; merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani) dan diberi cobaan, maka sabar adalah “kekuatan” yang diperlukan untuk melawan “kekuatan” yang lainnya. Sehingga terjadilah “pertempuran” antara yang baik dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk disebut dorongan syahwat.
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu.

Kahar Masyhur dalam bukunya juga menjelaskan adanya beberapa macam tingkatan sabar, antara lain:
1. Shiddiiquun (صديقون)
Yaitu kesabaran yang dimiliki oleh orang-orang yang benar lahir bathinnya. Yang termasuk tingkatan ini adalah para Nabi dan Rasul Allah serta para sahabat.
2. Muqarrabuun (مقربون)
Yaitu kesabaran yang dimiliki oleh orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah swt dengan mengerjakan semua yang telah diperintahkan atasnya. Walaupun secara lahir terlihat patuh, namun bathinnya terkadang tidak begitu. Untuk mencapai tingkatan ini belum tertutup pintu, sehingga tiap manusia berhak untuk mencapainya.
3. Mujaahiduun (محاهدون)
Yaitu kesabaran yang dimiliki oleh orang-orang yang berjuang keras dalam melawan hawa nafsunya dan manusia yang berada dalam tingkatan ini telah banyak di masyarakat kita.
4. Ghaafiluun (غافلون)
Yaitu kesabaran yang dimiliki oleh orang-orang yang telah banyak sekali mendapat kekalahan dari kemenangan lawannya karena akalnya mudah dikalahkan, bahkan ia tidak mau tahu tentang rahasia yang Allah swt tetapkan untuknya sedikitpun, sehingga meskipun ia mengaku sebagai orang Islam namun tidak ada artinya sama sekali.

II. II. Contoh Perilaku Tawadhu’, Taat, Qana’ah, dan Sabar
II.II.I. Contoh Perilaku Tawadhu’
Tawadhu’ termasuk akhlak terpuji yang memang harus diajarkan sejak dini pada peserta didik. Walaupun pada dasarnya bukan suatu hal yang mudah untuk memberikan pengajaran mengenai tawadhu’ pada peserta didik kita yang masih baru menyelesaikan pendidikan dasarnya ini.
Adapun mengenai pendidikan tawadhu’ ini kami menyajikan contoh yang ada pada lingkungan sekitar, seperti sikap tawadhu’ yang sudah melekat pada tiap santri pondok pesantren. Secara keseluruhan para santri ini memiliki sifat tawadhu' yang sangat besar terhadap gurunya terlebih kepada pengasuh pesantren. Dalam sifat tawadhu' dapat kita lihat dalam beberapa hal sebagaimana berikut ini:
1. Santri memiliki kebiasaan mencium tangan kyai dan gurunya.
2. Tidak menatap wajah guru ketika berhadapan.
3. Menundukkan kepala ketika berada didepan gurunya.
4. Suaranya lebih rendah ketika berbicara dengan gurunya.
5. Menggunakan bahasa yang sopan ketika berbicara.

Namun ada pula santri yang berani serta kurang memiliki sikap tawadhu’ terhadap gurunya, tetapi keberanian tersebut sebatas penolakan terhadap perintah guru yang sifatnya emosi sesaat seperti terlihat setelah menerima hukuman dari seorang kyai/ guru ketika ia melanggar tata tertib pondok pesantren.
Di sisi lain ada juga semacam dikotomi (perbedaan) antara guru yang mengajar mata pelajaran umum yang berada di sekolah formal dengan guru yang mengajar mata pelajaran agama. Ini terlihat dari bentuk penghormatan dan ketawadhu'an seorang santri terhadap guru tersebut. Santri lebih memiliki penghormatan yang lebih terhadap guru mata pelajaran agama karena mereka lebih memiliki ta'alluq (hubungan) yang sangat besar dari pada guru pengajar pengetahuan umum. Dan begitu sebaliknya guru pada pendidikan formal dihormati tetapi penghormatan terhadap mereka kurang karena mereka merasa kurang memiliki ta'alluq (hubungan) terhadap guru tersebut.

II.II.II. Contoh Perilaku Taat
Perilaku taat banyak tercermin dalam kehidupan manusia. Salah satunya dalam kehidupan sosial dan agama mereka. Seseorang dikatakan taat pada Allah swt jika ia melaksanakan perintah-Nya. Misalnya, Allah menyuruh makhluk-Nya untuk selalu beribadah menyembah-Nya, maka sebagai wujud ketaatan seseorang pada Tuhannya adalah dengan melaksanakan ibadah tersebut sesuai dengan perintah-Nya.
Berikut akan kami sajikan dalam bentuk yang lebih sederhana dan dapat mudah di pahami dan di baca secara singkat dan jelas. Beberapa contoh perilaku taat antara lain:
1. Perilaku taat seorang hamba pada Tuhannya dengan melaksanakan perintah-Nya yang telah menjadi kewajibannya. Misal: Melaksanakan kewajiban Sholat, Puasa, Zakat dll.
2. Perilaku taat seorang anak pada orang tuanya. Misal: Berperilaku baik dan sopan terhadap orang lain sesuai dengan nasehat orang tua, tidak membantah apa yang telah diperintahkan orang tua selama itu baik.
3. Perilaku taat seorang siswa pada gurunya. Misal: Mengerjakan tugas yang telah diberikan guru dengan tepat waktu.
4. Perilaku taat seorang pegawai kepada atasannya. Misal: mengerjakan tugas-tugas yang telah dibebankan kepadanya dengan ikhlas dan tanpa pamrih.
5. Perilaku taat seorang santri kepada pengasuhnya/ kyainya.
6. Perilaku taat seseorang yang lebih muda usianya terhadap orang yang lebih tua.
7. Dll.

II.II.III. Contoh Perilaku Qana’ah
Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan.
Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang memiliki sifat Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah swt. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. orang yang memiliki sifat Qana’ah, memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah. Firman Allah swt dalam Q.S. Hud: 6
                
“Tiada sesuatu yang melata di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizqinya, dan Dia Mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).”

Contoh perilaku qana’ah yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul Allah adalah sebagaimana berikut:
1. Sikap qana’ah Nabi Yusuf a.s. ketika ia diangkat menjadi saudagar kaya ia selalu memberikan sebagian hartanya untuk diberikan kepada yang lebih membutuhkan.
2. Sikap qana’ah Nabi Sulaiman a.s. atas kekayaan yang Allah swt berikan kepadanya dengan berlimpah banyaknya, namun beliau tidak pernah pelit dan merasa sombong terlebih merasa kekurangan atas kekayaan yang dimilikinya.
3. Sikap qana’ah yang dimiliki Rasulullah saw atas rizki yang dilimpahkan kepada beliau. Beliau selalu merasa berkecukupan atas nikmat Allah tersebut dan tetap menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan.

Qana’ah itu bersangkut paut dengan sikap hati atau sikap mental. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sifat Qana’ah diperlukan latihan dan kesabaran. Pada tingkat pemulaan mungkin merupakan sesuatu yang memberatkan hati, namun jika sifat Qana’ah sudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya maka kebahagiaan didunia akan dapat dinikmatinya, dan kebahagiaan di akhirat kelak akan dicapainya.
Demikianlah betapa pentingnya sifat Qana’ah dalam hidup, yang apabila dimiliki oleh setiap orang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan mendorong terwujudnya masyarakat yang penuh dengan ketentraman, tidak cepat putus asa, dan bebas dari keserakahan,serta selalu berfikir positif dan maju.
Betapa tidak, karena sebenarnya dalam Qana’ah terkandung unsur pokok yang dapat membangun pribadi muslim yang menerima dengan rela apa adanya, memohon tambahan yang pantas kepada Allah serta usaha dan ikhtiar, menerima ketentuan Allah dengan sabar, bertawakkal kepada Allah, dan tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

II.II.IV. Contoh Perilaku Sabar
Bermacam-macam contoh perilaku sabar telah ada dalam hikayat-hikayat para Nabi terdahulu. Bercerita dengan mencontohkan perilaku sabar para Nabi dan Rasul ini adalah metode yang sangat tepat untuk diterapkan pada peserta didik kita. Dengan harapan agar mereka termotivasi dengan perilaku sabar para Nabi dan Rasul Allah kemudia membiasakannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Berikut akan kami sebutkan beberapa contoh perilaku sabar menurut pandangan para ulama’, antara lain:
- Seseorang yang sabar dalam ketaatan kepada Allah swt.
Seorang hamba harus sabar untuk tetap mentaati Allah swt, sebab taat kepada-Nya sangat berat dan sulit bagi diri dan jiwa seseorang, bahkan mungkin berat juga bagi fisiknya. Karena di samping fisik manusia sering merasa payah dan letih, juga kadang ia dibenturkan pada kendala ekonomi dan financial, seperti dalam masalah zakat dan haji.
Yang terpenting adalah bahwa ketaatan itu mengandung masyaqah (beban berat) bagi jiwa dan fisik. Maka dari itu, untuk melaksanakannya dibutuhkan kesabaran dan kesiapan untuk menanggung derita tersebut. Firman Allah dalam Q.S. Ali Imran: 200 disebutkan:
      •    
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu).”

- Seseorang yang sabar dalam menjauhi larangan-larangan Allah swt yang telah dijaramkan-Nya.
Seorang hamba Allah swt dituntut untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah swt atasnya. Jiwa itu penuh amarah yang selalu menjerumuskannya ke dalam keburukan. Oleh sebab itu, seseorang dituntuk untuk menyabarkan dirinya agar tidak melakukan hal-hal buruk tersebut, seperti berbohong, menipu, memakan harta anak yatim, melakukan riba, mencuri, berzina, meminum khamr, dan maksiat yang lain.
- Sabar dalam menghadapi ketentuan dan putusan Allah swt sekalipun itu menyakitkan.
Ketentuan-ketentuan Allah swt terhadap manusia itu ada yang sesuai dan ada pula yang menyakitkan. Ketentuan yang sesuai dengan harapannya harus disyukuri dengan baik, karena syukur adalah salah satu bentuk ketaatan, sementara sabar untuk tetap taat merupakan jenis pertama dari kesabaran itu sendiri.
Adapun ketentuan Allah swt yang menyakitkan ata yang tidak sesuai dengan kehendak dan kemampuan manusia contohnya adalah jika seseorang diuji badan, fisik, dan hartanya, atau diuji keluarga dan masyarakatnya. Yang penting, untuk menghadapi ujian yang beragam itu dituntut sikap sabar dan tegar. Seseorang dituntut untuk sabar dengan tidak menampakkan keluhannya, baik dengan ucapan, hati, ataupun tindakan.
Bentuk kesabaran ini (non fisik) beraneka macam:
- Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah
- Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.
- Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr(
- Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut).
- Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional(
- Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia(
- Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah(

Perilaku sabar pun tercermin dalam kisah para Nabi dan Rasul sebagaimana berikut:
1. Kesabaran Nabi Adam a.s dan Siti Hawa dalam mendapatkan hukuman dari Allah swt akibat ketidaktaatannya pada perintah Allah dengan menurunkan mereka ke bumi dan tidak bertemu selama berahun-tahun lamanya.
2. Kesabaran Nabi Nuh a.s terhadap perilaku umatnya dan anaknya Kan’an yang membangkang dan tidak mau taat dengan ajakan Nabi Nuh untuk menyembah kepada Allah swt.
3. Kesabaran Nabi Ibrahim a.s dalam api yang membakar dirinya akibat ulah umatnya yang sangat benci dengan ajakan beliau untuk menyembah Allah swt.
4. Kesabaran Nabi Luth a.s dalam menghadapi umatnya yang bertingkah laku tidak benar dengan saling menyukai sesama jenis.
5. Kesabaran Nabi Ya’qub a.s atas ujian yang diberikan Allah swt berupa sakit keras dan tak kunjung sembuh.
6. Kesabaran Nabi Musa a.s dalam menghadapi perilaku Raja Fir’aun yang menyebut dirinya sebagai Tuhan.
7. Kesabaran Nabi Sulaiman a.s dalam memiliki harta yang melimpah untuk tidak menghamburkan-hamburkannya dengan percuma serta sabar dalam menghadapi cobaan seorang wanita yang bernama Ratu Bilqis yang pernah menggoda dirinya.
8. Kesabaran Nabi Yunus a.s atas ujian dari Allah swt ketika berada dalam perut ikan paus selama berhari-hari dengan tanpa sedikitpun makanan.
9. Kesabaran Nabi Isa a.s dari kejaran umatnya yang membangkang dan sangat ingin membunuhnya.
10. Kesabaran Nabi Muhammad saw yang bertahun-tahun lamanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi dari cacian dan kejaran kaum Kafir Quraisy yang sangat membenci beliau dan ingin membunuh beliau beserta keluarga.

II.III. Metode Pembelajaran Akhlak Terpuji Pada Peserta Didik
Adapun metode pembelajaran dalam membiasakan seorang peserta didik yang tepat untuk selalu memiliki perilaku terpuji seperti tawadhu’, taat, qan’ah dan sabar adalah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dengan metode cerita dan percontohan. Karena dengan itu, selain termotivasi dengan cerita-cerita yang diberikan, mereka juga dapat melihat secara nyata contoh sikap terpuji yang kita lakukan dalam hidup sehari-hari.
Ada 5 metode pendidikan anak yang efektif akan kami jelaskan secara singkat, antara lain:
1. Pendidikan dengan Keteladanan
Kita memberikan keteladanan pada anak dengan menceritakan:
a. Ibadah Rasul
b. Kepemurahan Rasul
Kalau mereka menghendaki sesuatu, maka ajaklah mereka untuk banyak memberi dan jelaskan pada mereka bahwa Allah swt pasti mengganti pemberian kita kepada orang lain dengan pemberian yang lebih. Dan pada anak yang berumur 2-3 tahun, ego anak sudah mulai muncul, oleh kerena itu ajarkan kepada mereka kepemilikan dan murah hati.
c. Kezuhudan Rasul
d. Sikap tawadhu’ Rasul
e. Sikap sabar, qana’ah dan penyantun Rasul
f. Sikap kesehatan dan keberanian Rasul
Keteladan di atas akan lebih terekam pada diri anak jika mereka jika mereka kita ajak untuk mempraktekkannya.
2. Pendidikan dengan Pembiasaan
Biasakan anak dengan sesuatu yang baik. Kebiasaan itu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Misalnya bagi anak perempuan, biasakan pakai jilbab sedari kecil. Jangan lupa kita juga harus punya argumentasi dalam memberlakukan kebiasaan itu pada anak.
3. Pendidikan dengan Memberikan Pelajaran
a. Ajakan-ajakan/ seruan-seruan yang argumentatif. Misalnya bercerita mengenai nasihat Lukman untuk anaknya yang tertuang dalam Surat Lukman.
b. Al-Uslubul-Qoshoshi: Cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur’an. Misalnya bercerita mengenai kisah Nabi Yusuf, Siti Maryam, Ashabul Kahfi, Bani Israil dll.
c. Pesan-pesan langsung atau dengan perintah-perintah praktis.
4. Pendidikan dengan Pengawasan dan Pengamatan. Hal yang diamati antara lain:
a. Dimensi Iman (hatinya)
b. Dimensi Akhlak (tingkah lakunya)
c. Dimensi Pengetahuan (akalnya)
d. Dimensi Fisik
e. Dimensi Psikis (emosinya)
f. Dimensi Tingkah laku sosial (sosialisasinya)
5. Pendidikan dengan Memberikan Sangsi

Berikut ini adalah cara Rasulullah saw dalam mendidik dan mengajari putra/ putrinya dalam hal berperilaku terpuji, seperti tawadhu’, taat, qana’ah, dan sabar antara lain:
a. Dialog
b. Perumpamaan
c. Ringkas dan tidak membosankan serta tepat
d. Memperhatikan keadaan dan kesempatan
e. Mendahulukan yang lebih penting (menjawab pertanyaan tidak harus sama).
Ada juga beberapa metode pembelajaran dalam bersikap qana’ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah seseorang akan dapat merealisasikannya. Di antaranya, yaitu:

1. Memperkuat Keimanan Kepada Allah swt
Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah swt, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.
Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.
2. Yakin Bahwa Rizki Telah Tertulis
Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud r.a., disebutkan sabda Rasulullah saw di antaranya:
“Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad(

Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah swt yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.
3. Memikirkan Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Agung
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, yaitu:

•   ••              
   
”Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Fathiir: 2(

              •  
          
“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (Q.S.Yunus: 107(

            
    
”Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Q.S. Huud: 6(

                 
          
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Q.S. Ath-Thalaq: 7)


4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Di antara hikmah Allah swt menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberikan pelayanan dan jasa. Allah swt berfirman:
        •      
             

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S. Az-Zukhruf: 32(

          
    •       

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Q.S.Al-An’am: 165)
5. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah
Rasulullah saw adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah swt agar diberikan qana’ah, beliau berdo'a:
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR. Hakim)

Dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah swt kecuali sekedar cukup untuk kehidupan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau:
“Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
6. Menyadari Bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia
Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi saw:
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Bukhari & Muslim(

Jika saat ini anda sedang sakit, maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir, maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?
8. Membaca Kehidupan Salaf
Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta
Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemiliknya jika dia tidak mendapatkannya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.
Ketika seorang hamba ditanya tentang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.
10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif.

Daftar Pustaka

Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur'an. Jakarta: Amzah
Annila Syiva, Qana’ah atau Berpikir Positif, Kamis, 26/10/2006 06:04 pm, [Tersedia] http://annilasyiva.multiply.com/journal/item/45 [Online] Selasa, 12 oktober 2010
Al-Yamani, Abdullah. 2009. Sabar. Jakarta: Qisthi Press
Etika Suryandari, Metode Pendidikan Anak yang Efektif, Kamis, 04/06/2009 [Tersedia] http://thickozone.blogspot.com/2009/06/metode-pendidikan-anak-yang-efektif.html [Online] Selasa, 12 Oktober 2010
Fadholi, Mohammad. Keutamaan Budi dalam Islam. Surabaya: Usana Offset Printing
http://www.crayonpedia.org/mw/perilaku-terpuji/tawadhu’/taat/qana’ah/sabar
Khalid, Amru. 2007. Berakhlak Seindah Rasulullah. Semarang: PT Pustaka Riski Putra
Masyhur, Kahar. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: PT Rineka Cipta
Muhammad Jamhuri, Sabar Menurut Al-Qur’an, Rabu, 6 Juni 2007 [Tersedia] http://muhammadjamhuri.blogspot.com/2007/06/sabar-menurut-al-quran.html [Online] Selasa, 12 Oktober 2010
Sugiyanta, Akhlak Santri dalam Abad 21, 04/2010 [Tersedia] http://twobexmisbach.blogspot.com/2010/04/sifat-tawadhu-andap-ashor-seorang.html [Online] Selasa, 12 Oktober 2010
Ummu Salama, Jalan Menuju Qana’ah, Senin, 19/02/2007 10:34 am, [Tersedia] http://ummusalma.wordpress.com/jalan-menuju-qanaah/ [Online] Selasa, 12 Oktober 2010

perkembangan kognitif

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif
Kognitif secara umum diartikan sebagai apa yang dikethui serta apa yang dipikirkan oleh seseorang. Juga ditelaah gambaran klasiknya, maka kognitif meliputi “higher-mental processes” seperti pengetahuan, kesadaran, intelegensi, pikiran, imaginasi, daya cipta, perencanaan, penalaran, pengumpulan, pemecahan masalah, pembuatan konsep, pembuatan klasifikasi dan kaitan-kaitan, pembuatan symbol-simbol dan mungkin juga fantasi serta mimpi. Gambaran masa kini mengenai kognitif mencakup batasan-batasan yang lebih luas. Ada yang menambahkan psikomotorik, persepsi, bayangan, ingatan, perhatian, dan belajar.
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.

B. Teori Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Piaget
Setelah diuraikan tentang pengertian perkembangan kognitif secara umum di atas, selanjutnya akan diuraikan tentang perkembangan kognitif secara spesifik yaitu perkembangan kognitif menurut pandangan Piaget.
Jean Piaget merupakan salah seorang pakar psikologis Swiss yang banyak mempelajari perkembangan kognitif anak. Dari hasil wawancara dan pengamatannya terhadap anaknya sendiri, Piaget meyakini bahwa anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Anak itu tidak pasif dalam menerima informasi, melainkan berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas.
1. Ide-ide dasar teori Piaget
Piaget menemukan beberapa konsep dan prinsip-prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, yang mana hal ini dihasilkan dari wawancara dan pengamatannya yang mendalam dengan anaknya dalam situasi pemecahan masalah. Diantaranya konsep dan prinsip tersebut adalah:
a. Anak adalah pembelajar yang aktif, yaitu Piaget meyakini bahwa anak itu tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar secara pasif. Tetapi sebaliknya, mereka selalu ingin tahu tentang dunia mereka sehingga secara aktif mereka berusaha untuk mencari informasi-informasi yang digunakan untuk membantu pemahaman tentang realitas dunia yang ereka hadapi. Untuk memahami hal tersebut, anak-anak menggunakan apa yang biasanya disebut oleh Piaget dengan “schema” yakni suatu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi.
b. Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya. Yakni anak-anak itu tidak hanya mengumpulkan apa-apa yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi kesatuan, sebaliknya mereka secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia itu bergerak. Misalnya ketika seorang anak itu berintegrasi dengan binatang-binatang kesukaannya, mengunjungi kebun binatang atau melihat gambar-gambar binatang, mereka ini mulai mengembangkan suatu pemahaman yang kompleks tentang binatang-binatang.
c. Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Ketika mereka menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses yang bertanggung jawab, yaitu assimilation dan accommodation. Proses asimilasi ini terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah dimilikanya. Sedangkan proses akomodasi ini terjadi ketika seorang anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni anak menyeuaikan skema mereka dengan lingkungannya.
d. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui proses asimilasi dan akomodasi sistem kognisi seseorang berkembang dari satu tahap ke tahap selanjutnya, sehingga terkadang mencapai keadaan equilibrium, yaitu keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya di lingkungan. Keadaan seimbang ini tidaklah bertahan hingga batas waktu yang tidak ditentukan, terkadang sebagai anak yang sedang tumbuh, sering kali mereka berhadapan dengan situasi dimana mereka tidak bisa menjelaskan secara memuaskan tentang dunia dalam terminology yang dipahainya. Kondissi yang demikian ini akan menimbulka konflik kognitif atau disequilibrium, yakni semacam ketidaknyamanan mental yang mendorongnya untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang mereka saksikan. Namun pada akhirnya mereka mampu memecahkan konflik, mampu memahami kejadian-kejadian yang sebelumnya membingungkan, serta kembali mendapatkan keseimbangan pemikiran dengan memakai akomodasi. Serangkaian proses inilah yang disebut dengan proses ekuilibrasi.
2. Tahapan Perkembangan Kognitif
Piaget meyakini bahwa pemikiran anak itu berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Tahap-tahap ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Begitu juga dengan corak pemikiran anak pada satu tahap berbeda dengan pemikirannya pada tahap lain. Jean piaget membagi perkembangan intelek/kognitif menjadi empat tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget pada tahap ini interaksi anak pada lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Interaksi ini terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi dari lingkungannya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-perlahan belajar mengkoordinasi tindakan-tindakannya.
b. Tahap Operasional.
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang di tandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak di dukung oleh pemikiran tetapi oleh unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Piaget anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang lain anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit untuk membaca kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih punya anggapan bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini anak mampu menyimpan kata-kata serta menggunakannya terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap belajar bahasa, membaca, dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak, akan mempunyai akibat sangat baik pada perkembangan bahasa mereka. Cara belajar yang memegang peran pada tahap ini ialah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Sering kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada disekitarnya, misalnya pohon, anjing,kucing, dan sebagainya. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya. Piaget menyebut tahap ini sebagai collective monologue, pembicara yang egosentris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
c. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung pada usia 7-11 tahun. Pada usia ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Piaget Interaksinya dengan lingkunagannya, termasuk dengan orang tuanya, sudah semakin berkembang dengan baik egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini anak sudah mulai memahami fungsional karena mereka sudah menguji coba permasalahan. Cara berpikir anak yang masih bersifat konkret menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkret.
d. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Menurut Piaget Interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dengan interaksinya dengan orang tua. Namun secara diam-diam sebenarnya mereka juga masih mengharapkjan perlindunhan orang tua karena belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu kegiatan akan lebih memberikan akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya.
3. Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
Perkembangan kognitif peserta didik itu mempunyai karakteristik masing-masing, dimana perkembangan kognitif antara peserta didik di SD pasti berbeda dengan perkembangan kognitif peserta didik di SMP atau SMA. Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik ini bisa di bagi menjadi dua tingkatan, sebagai berikut:
a. Usia Sekolah (Sekolah Dasar-SD)
Mengacu pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak diusia sekolah dasar ini termasuk dalam tahap pemikiran konkret-operasional, yakni masa dimana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Pada usia sekolah ini anak sudah memiiki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersifat pancaindra, karena mereka sudah mulai mampu untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan apa kenyataan yang sesungguhnya. Menurut Piaget anak-anak dalam usia ini telah mampu menyadari konservasi, yaitu kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak. Karena pada masa ini anak telah mengmbangkan tiga macam proses yang disebut sebagai operasi-operasi, yaitu:
1) Negasi, yaitu suatu proses dimana pada masa pra-operasional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deretan benda, yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada akhirnya keadaannya menjadi berbeda. Mereka tidak melihat apa yang terjadi diantaranya. Tetapi pada masa konkret operasional ini anak itu sudah mampu untuk memahami proses apa yang terjadi di antara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.
2) Hubungan timbal balik (resiprokasi), proses dimana seorang anak itu sudah mengetahui hubungan timbal balik dari suatu kejadian, misalnya ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda itu bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak itu sudah mengetahui hubungan timbale balik, maka anak itu juga tahu bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
3) Identitas, yaitu anak pada masa konkret operasional ini sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu dan anak sudah bisa menghitung.
Pada masa konkret operasional ini pemikiran anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkret, suatu realitas secara fisik, benda-benda yang benar-benar nyata. Keterbatasan lain pada masa ini yaitu egosentrisme, artinya anak belum mampu membedakan antara perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang secara langsung dialami dengan perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang hanya ada dalam pikirannya.
b. Remaja (SMP dan SMA)
Secara umum karakteristik pemikiran remaja pada tahap operasional formal ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Pada tahap operasional formal remaja sudah mampu mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan.
Pada tahap ini juga remaja sudah mampu untuk berpikir sistematis, mampu berpikir apa yang akan terjadi, serta mampu untuk memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk memecahkan masalah tersebut.
4. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget terhadap pendidikan.
Meskipun Piaget tidak banyak menulis tentang pendidikan, dan teori-teori kognitif yang diajukan Piaget ini sebenarnya hanya bermaksud menerangkan dan memberi satu pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kognisi anak-anak berkembang. Akan tetapi teori kognitif Piaget ini memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan penting dalam proses pendidikan di Sekolah. banyak Guru yang mendapatkan ide dari teori Piaget ini untuk mendesain kurikulum dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didiknya.
Sebagaimana dalam bukunya Desmita yang mengutip dari Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod (2002) menyebutkan implikasi teori Piaget bagi Guru-guru di sekolah, yaitu:
a. Memberikan kesempatan pada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam. Anak-anak dari seua usia akan banyak mendapat pelajaran dari hasil eksplorasi dunia nyata. Misalnya pada tingkat pra-operasional eksplorasi ini bisa berupa permainan dengan air, pasir, balok-balok kayu, dan lain-lain.
b. Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah. Karena dengan mengetahui pemikiran dan penalaran para siswa, guru akan dapat menyusun kurikulum dan materi-materi pengajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir mereka.
c. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.
d. Tahap-tahap kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para Guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
e. Merancang aktifitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa lain. Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya atau teman sekelas sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Perkembangan kognitif sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh faktor hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi kemampuan berpikir setaraf normal, diatas normal, atau di bawah normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2. Faktor Lingkungan
Variasi dalam stimulus adalah bagian penting dari lingkungan dan belajar untuk perkembangan inteligensi/kognitif anak. Bila pengalaman awal masa kanak-kanak banyk diisi dengan variasi dalam melihat, mendengar, dan meraba, maka perkembangan berikutnya akan ditunjang oleh kemauan yang selalu menginginkan variasi dalam melihat, mendengar, dan meraba. Kapasitas ini menjadi kunci bagi perkembangan kognitf anak. Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Yang paling penting dilakukan oleh orang tua atau keluarga adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk mewujudkan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.
b. Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan kognitif anak terletak di tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan kognitif anak. Membawa para peserta didik ke objek-objek tertentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan kognitif peserta didik.
3) Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik, perkembangan kognitifnya juga akan terganggu.
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan kognitif peserta didik.
Menurut Andi Mappiare hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain :
1. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang yang sehingga ia mampu berfikir refleksi.
2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.
3. Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Panduan bagi orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP dan SMA). Bandung: Rosdakarya

Setiono, Kusdwiratri. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Widya Padjadjaran

Sunarto dan Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Rabu, 13 April 2011

QISHASH

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Qishash
Qishash (bahasa arab: قصاص) adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.
Salah satu bentuk balasan atas perbuatan buruk, dalam hal ini Jinayat, adalah Qishash. Menurut syara’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya.
II.2 Syarat-Syarat Qishash
a. Seorang pelaku pembunuhan adalah orang yang telah baligh dan berakal. Karena qishash termasuk hukuman yang sangat berat yang tidak boleh dilaksanakan bagi seorang anak kecil atau orang yang gila.
b. Adanya unsure sepadan (kafaah) antara pembunuh dan korbannya ketika terjadinya pembunuhan. Misalnya mereka adalah satu agama, sama-sama merdeka, atau sama-sama budak
c. Tidak memiliki hubungan darah. Misalnya korban yang dibunuh adalah anak dari pelaku pembunuhan tersebut atau korbannya adalah cucu atau cicit
d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
f. Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR. Turmudzi dan Nasaâ’)
II. 3 Macam-macam Qishash
a. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana hukuman.
b. Qishash anggota badan yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan

II. 4 Qishash organ tubuh
Hukum Qishash terhadap tindak kriminal anggota tubuh atau dengan cara melukainnya telah ditetapkan didalam Al-Qur’an, as-sunnah, dan ijma’. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
“ Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. “ (al-Maidah : 45)
Syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan qishash terhadap anggota tubuh sama halnya syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksaan qishash dalam masalah pembunuhan. Yakni bahwa pembunuhan tersebut harus dilakukan secara sengaja. Karena dalam kejahatan yang tidak disengaja atau semi sengaja tidak ditetapkan qishash.
Mengenai masalah qishash terhadap anggota tubuh telah ditetapkan bahwa mata dibalas dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, tangan dengan tangan, kaki dengan kaki, anggota tubuh bagaian kanan dengan anggota tubuh bagaian kanan. Dan seterusnya.
Qishash terhadap anggota tubuh harus memenuhi tiga syarat:
1. Aman dari bahaya yang berkelanjutan. Yaitu, dengan cara memotong di pergelanagan
atau persendian. Jika tidak demikian, maka qishash tersebut tidak boleh dilaksanakan.
2. Adanya persamaan anggota tubuh si korban dan pelaku, sama nama dan keberadaan
Tempatnya.
3. anggota tubuh korban dan pelaku harus sama dari segi kesehatan dan kesempurnaan.

II.5 Contoh persoalan-persoalan yang menyebabkan Qishash
KOMPAS.com — Keberuntungan dan nasib baik boleh jadi belum sepenuhnya didapat Darsem binti Dawud Tawar. Pada Desember 2007, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Subang, Jawa Barat, itu dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya, seorang warga negara Yaman.
Dalam persidangan, Darsem lewat pengacaranya, yang ditunjuk Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, menyatakan pembunuhan itu terjadi karena dia membela diri. Sang majikan akan memerkosanya.
Sayang, pengadilan di Riyadh, Arab Saudi, tetap menjatuhinya vonis mati pada 6 Mei 2009. Namun, berkat bantuan pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan juga pejabat Gubernur Riyadh, Darsem mendapat pemaafan.
Ahli waris korban, Asim bin Sali Assegaf, pada 7 Januari 2011 memutuskan memberikan maaf kepada Darsem, tetapi juga meminta uang kompensasi diat sebesar dua juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar. Dalam enam bulan ke depan, uang yang juga dikenal sebagai blood money itu harus dilunasi.
Untuk sementara waktu, Darsem lolos dari jerat vonis mati. Apalagi sejumlah dermawan di negeri itu pun tergerak membantu menalangi separuh kewajiban diat Darsem. Sayang, hal itu tidak lantas menjadikan segala sesuatunya semakin mudah buat Darsem, terutama karena tidak jelas benar siapa yang akan membayari separuh sisa kewajiban diatnya.
Bahkan, pemerintah pun tidak secara gamblang menyebut akan membayari, baik secara penuh maupun separuh. Kalaupun terlontar sejumlah pernyataan, isinya tak lebih dari sekadar janji dan kalimat normatif dari ”mulut” sejumlah kementerian terkait.
Sebut saja Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar. Secara normatif, keduanya menyebut perlindungan TKI adalah tugas dan kewajiban pemerintah.
Untuk itu, pemerintah akan menanggung sebagian uang diat itu, tetapi tanpa merinci pos anggaran kementerian mana yang akan dipakai. Tidak jelas juga apakah hal itu berarti pemerintah akan menerima begitu saja sumbangan dari dermawan asing dalam kasus yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah.
Pernyataan tak kalah membingungkan juga dilontarkan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Moh Jumhur Hidayat, Kamis lalu. Dia mengajak para tokoh agama Tanah Air ikut melobi Dewan Ulama Arab Saudi agar pemerintah di sana membebaskan Darsem dari semua hukuman dan kewajiban.
Dia bahkan juga melontarkan gagasan agar sejumlah pemangku kepentingan (stakeholder) untuk urusan TKI menggelar semacam acara amal bertajuk ”Malam Dana Darsem”.
Dalam jumpa pers pada hari yang sama, pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar juga tak kalah membingungkan. Muhaimin hanya menyebut akan memaksimalkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya tenggat pelunasan uang diat tanpa, sekali lagi, secara rinci menyebut dari mana uang akan dianggarkan.
Sejak awal, ketidakjelasan penanganan kasus sudah tampak saat pemerintah tengah mengupayakan jalur hukum (banding). Belakangan muncul tawaran pemaafan dengan kewajiban membayar diat dari pihak keluarga korban, yang juga diterima perwakilan RI di sana. Hal itu dibenarkan Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak.
”Waktu itu, ya, kami sanggupi saja dulu (menerima tawaran pemaafan dengan kompensasi). Soal bagaimana membayarnya nanti, ya akan diupayakan (caranya). Saya yakin pada saatnya kalau pemerintah harus keluar uang, ya pasti akan mengeluarkan (uang). Selain itu, kami juga, kan, masih menempuh upaya banding. Kalau dimenangkan, Darsem dinyatakan tak bersalah, otomatis tidak perlu membayar uang diat lagi,” ujar Tatang.
Menanggapi itu semua, sejumlah kalangan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengurusi TKI. Selama ini pemerintah selalu terkesan kedodoran dan bertindak layaknya ”pemadam kebakaran”.
Untuk kasus Darsem, Direktur Migrant Care Anis Hidayah mendesak pemerintah lebih fokus ke jalur hukum, mengupayakan banding bagi Darsem. Apalagi diketahui pembunuhan terjadi karena membela diri. Menurut Anis, Darsem hanya korban dan sangat tidak pantas jika dia mengajukan pemaafan dan membayar diat.
Jika dilakukan, hal itu hanya akan melegitimasi Darsem sebagai seorang pembunuh. Anis khawatir hal seperti itu akan menjadi preseden buruk dan pemerintah akan kembali mengulangi cara penanganan macam itu dalam kasus lain pada masa mendatang.
Koordinator Penelitian Perlindungan Perempuan Pekerja Migran di Luar Negeri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jaleswari Pramowardhani mengingatkan, TKI sudah sepantasnya diperlakukan layaknya duta bangsa. Apalagi selama ini mereka mendatangkan devisa besar bagi negara.
Oleh karena itu, penanganan kasus atas TKI sudah sepantasnya dilakukan sebaik mungkin dan dengan cara yang paling bermartabat. Hal itu demi menjaga harga diri bangsa Indonesia di mata dunia. (DWA)
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat meminta peran tokoh agama di Tanah Air untuk melobi Dewan Ulama Arab Saudi. Melalui lobi itu, Jumhur berharap ada pembebasan dari ancaman hukuman mati ataupun keringanan denda (diat) terhadap Darsem binti Daud Tawar, tenaga kerja Indonesia asal Subang, Jawa Barat.
"Keberadaan tokoh agama kita bisa dihormati sekaligus diterima secara terbuka oleh pemerintah dan masyarakat Arab Saudi, termasuk karena hal ini berkaitan dengan penerapan hukum Islam," kata Jumhur, Kamis (3/3/2011) di Jakarta.
Ia menilai, kasus Darsem bukan semata-mata persoalan pemerintah, melainkan menyangkut rasa kemanusiaan yang telah melibatkan nurani seluruh warga bangsa. "Sementara pemerintah terus berusaha membebaskan Darsem, akan lebih sempurna bila upaya itu bisa kita lakukan bersama sebagai warga bangsa," kata Jumhur.
Darsem terbukti bersalah membunuh majikannya, seorang warga negara Yaman, pada Desember 2007. Ia didakwa membunuh majikannya saat hendak diperkosa. Pengadilan Riyadh, Arab Saudi, pada 6 Mei 2009, memvonis Darsem dengan hukuman mati.
Namun, berkat kerja sama antara Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan Pejabat Gubernur Riyadh, Darsem akhirnya mendapat pemaafan dari ahli waris korban dengan kompensasi uang diat sebagai pengganti hukuman mati sebesar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar.
Jumhur menjelaskan, saat ini proses pengadilan terhadap Darsem telah memasuki tahap naik banding. Dengan demikian, masih terdapat kemungkinan keringanan hukuman dan diat.
Ia mengemukakan, berbagai pihak stakeholders TKI akan segera menggelar Malam Dana Darsem, yang hasilnya akan disumbangkan guna ikut meringankan hukuman Darsem.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar mengatakan, pemerintah Indonesia siap menebus TKI Indonesia Darsem binti Daud, yang divonis hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi atas tuduhan membunuh majikannya.
Pihak keluarga korban meminta pembayaran uang kompensasi atau diat sebesar dua juta real atau setara Rp 4,6 miliar. Saat ini ada beberapa dermawan di Arab Saudi yang telah menyumbang 1 juta real atau setara Rp 2,3 miliar.
"Kita akan lakukan pembayaran," kata Linda kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (3/3/2011). Namun, Linda menegaskan, saat ini pemerintah Indonesia telah menunjuk seorang pengacara untuk mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada TKI asal Subang, Jawa Barat tersebut.
Sebelumnya dilaporkan, pemerintah tengah berupaya mencari sumber dana untuk menutupi kekurangan pembayaran uang kompensasi Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengkritik pemerintah, yang seharusnya bisa bertindak cepat mengatasi masalah, termasuk dengan langsung membayari uang diat itu. Apalagi, menurut Anis, pemerintah bukannya tidak punya uang mengingat dari setiap TKI yang akan diberangkatkan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengutip secara resmi uang sebesar 15 dollar AS untuk biaya perlindungan TKI. Kutipan itu kemudian menjadi pendapatan negara bukan pajak kementerian bersangkutan.
"Jadi, enggak ada itu pemerintah tidak punya uang. Enggak perlulah sampai menunggu disumbang dermawan negara lain. Begitu ada keputusan besaran uang diat yang diminta keluarga korban, pemerintah semestinya langsung umumkan akan membayari. Kalau uang segitu saja minta dibayari dermawan, mau jadi apa negara kita ini?" ujar Anis.
Anis juga mempertanyakan transparansi besaran dana dan pertanggungjawaban penggunaan uang kutipan biaya perlindungan TKI itu, yang selama ini dinilainya tidak jelas.

II.6 Hikmah hukum Qishash
Disyariatkan Qishash adalah rahmat kepada seluruh jajaran kemanusiaan dan sebagai usaha untuk menjaga tumpahnya darah mereka. Hal ini senada dengan firman Allah :
 ولكم في القصاص حياة يا أولي الألباب لعلكم تتقون 

"Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa" (Al Baqarah: 179).
Hikmah yang terkandung dalam Qishash adalah :
a. Untuk meredam kemarahan yang ada
b. Untuk meredam permusuhan
c. Menjaga jiwa seseorang
d. Memberikan hak korban yang telah diambil oleh pelaku pembunuhan
e. Agar kita dapat memahami makna dari kehidupan manusia di Bumi.
f. Penjagaan bagi masyarakat
g. Penghentian bagi pertumpahan darah
h. Pengobat bagi hati keluarga yang terbunuh
i. Sebagai realisasi atas keadilan serta keamanan

DAFTAR PUSTAKA

Segaf al-jufri salim Dr., Faridl Miftah Dr. H., 2006. Fiqih Sehari-hari. Jakarta :gema insani
F:\fiqh\pengertian-qishash.html
http://tafany.wordpress.com/2008/06/05/hukum-qishash/
Ibrahim At-Tuwaijri Syaikh Muhammad bin., Ringkasan Fiqih Islam. Islam house
Kompas. com

JINAYAT

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jinayat ( Pidana )
Jinayat menurut bahasa adalah melakukan dosa/kesalahan dan kejahatan, kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik sengaja maupun tidak disengaja. Sedangkan menurut istilah ( terminologi ) adalah setiap tindakan aniaya terhadap jiwa ataupun harta. Dikalangan ulama’ fiqih, definisi jinayat dispesifikasikan dengan sesuatu yang bisa menyakiti badan, sedangkan kejahatan terhadap harta benda dinamakan dengan ghashab ( memakai harta benda orang lain tanpa izin ), merampas atau merampok, mencuri, korupsi, dan merusak.
2.2 Dasar Hukum Larangan Membunuh
Setiap tindak kejahatan baik terhadap jiwa, raga atau harta tanpa alasan yang benar adalah haram. Dan banyak sekali dalil-dalil syara’ yang menerangkan hal ini, misalnya firman Allah swt: (Q.S Al-An’am:151)
   •     
Artinya: Katakanlah: " Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
كُلُّ مُسْلِمٍ على مسلمٍ حرامٌ دَمُه ومالُه وعِرْضُه
“ Setiap orang Muslim adalah haram atas orang Muslim lainnya: darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“...Sesungguhnya darah dan harta kalian haram atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, dibulan kalian ini, dinegeri kalian ini”.
2.3 Macam-Macam Pembunuhan
Dalam berbagai macam literatur telah banyak disebutkan bahwa pembunuhan terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Pembunuhan dengan sengaja
2. Pembunuhan serupa dengan sengaja
3. Pembunuhan tidak disengaja
Pembunuhan dengan sengaja adalah adanya seorang mukallaf yang sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya (tak bersalah), dengan dasar dugaan kuat bahwa dia harus dibunuh olehnya.
Dari definisi tersebut kita dapat mengambil pengertian, bahwa pembunuhan tidak tergolong disengaja, kecuali jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Adanya kesengajaan dari pihak pembunuh. Yaitu, kemauan untuk membunuh.
2. Pembunuh itu mengetahui bahwa orang yang hendak dibunuh seorang anak adam yang darahnya dilindungi.
3. Alat yang digunakan untuk membunuh adalah sesuatu yang pada umumnya bisa membunuh, baik ditajamkan atau tidak ditajamkan.
Jika salah satu syarat-syarat itu rusak, pembunuhan itu tidak bisa dikategorikan “sengaja”, karena ketiadaan kesengajaan tidak mewajibkan adanya qishas.
Sedangkan pembunuhan serupa dengan sengaja telah didefinisikan oleh para ahli fiqh dengan ungkapan mereka, “ ia sengaja melakukan tindakan kriminal yang tidak mengakibatkan kematian pada umumnya. Akan tetapi, orang menjadi mati karenanya, baik itu dengan rasa permusuhan terhadapnya atau untuk tujuan mendidiknya. Yang demikian ini serupa dengan sengaja karena pembunuh sengaja dengan perbuatannya dan salah karena menyebabkan pembunuhan.”
Di antara contoh pembunuhan serupa dengan sengaja adalah jika seseorang memukul orang lain yang tidak diyakini akan membunuhnya, karena itu dengan cambuk atau tongkat kecil, atau memukulnya dengan tangan tanpa berniat membunuh, namun orang yang dipukul itu meninggal akibat perbuatan itu. Maka yang demikian ini adalah serupa dengan sengaja yang mewajibkan kepadanya kafarat dengan harta pelaku pembunuhan tersebut. Yaitu, memerdekakan budak. Jika tidak mendapatkannya, ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut sebagaimana dalam pembunuhan yang tidak disengaja. Wajib memberikan diyat berat (diyat mughalladzah) dengan harta sebagai denda pelaku pembunuhan. Hal itu berdasarkan hadits Abu Hurairah ra yang artinya:
“ Dua orang wanita dari kabilah hudzail bertengkar sehingga salah seorang dari keduanya melempar yang lain dengan batu sehingga mengakibatkannya tewas dan anak dalam kandungannya. Lalu mereka bersengketa dan menghadap Rasulullah. Maka Rasulullah memutuskan untuk mengenakan diyat atas tanggungannya dengan memerdekakan budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan untuk mengenakan diyat atas wanita pelempar yang harus dibayar oleh kerabatnya”.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak wajib dilakukan qishas atas pembunuh dengan pembunuhan serupa dengan sengaja. Diyatnya itu menjadi denda bagi kerabat pembunuh karena pembunuhan itu adalah suatu pembunuhan yang tidak mewajibkan qishas, diyatnya sebagai denda bagi pembunuh sebagaimana pelaku pembunuhan tidak sengaja.
Adapun pembunuhan yang tidak disengaja sebagaimana telah didefinisakn oleh para ulama’ bahwa seseorang melakukan sesuatu yang biasa dilakukan, seperti menembak binatang buruan, atau menembak ke suatu sasaran yang ternyata mengenahi manusia yang darahnya diharamkan dan tidak menjadi target sasarannya sehingga ia meninggal, atau membunuh seorang muslim yang berada dibarisan orang-orang kafir yang disangka sebagai orang kafir.
Pembunuhan yang tidak disengaja ada dua macam:
1. Mewajibkan kafarat atas pembunuh dan diyat untuk para kerabat si terbunuh. Yaitu, pembunuhan atas orang mukmin dengan tidak disengaja dan bukan di tengah-tengah barisan orang-orang kafir. Sedangkan orang yang terbunuh itu dari suatu kaum yang antara mereka dan kita ada suatu perjanjian.
2. Pembunuhan yang hanya mewajibkan diyat saja. Yaitu, membunuh seorang mukmin yang sedang berada di tengah-tengah barisan orang-orang kafir yang dikira oleh si pembunuh sebagai orang kafir.

2.4 Hukuman bagi Pembunuh
Untuk jenis pembunuhan yang kedua dan ketiga, maka pelakunya dikenakan hukuman harus membayar kafarat dan harus membayar diyat bagi keluarga si pembunuh. Allah swt berfirman:
     •      •                                                      
“ Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja)[334], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya[337], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa’: 92)
[334] seperti: menembak burung terkena seorang mukmin.
[335] Diat ialah pembayaran sejumlah harta Karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
[336] Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat.
[337] Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.
Adapun untuk pembunuhan yang disengaja dan terencana, maka pihak wali dari terbunuh diberi dua alternatif, yaitu menuntut hukum qishash, atau memaafkan dengan mendapat imbalan diyat. Allah swt berfirman:
                                         
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih[111].” ( QS. Al-Baqarah: 178)

[111] Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.
عن أبي هريرةَ رضى الله عنه عن النبى ص٠م قال: مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيْلٌ فَهُوَبِخَيْرِالنَّظَرَيْنِ إِمَّايُودَى وَإِمَّا أَنْ يُقَادُ
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Barang siapa yang dibunuh dan ia mempunyai keluarga, maka (pihak keluarganya) memilliki dua alternatif: boleh menuntut diat, boleh menuntut qhisash.” (HR. Muslim)
Diyat wajib ini sebagai ganti dari qishash. Oleh sebab itu, pihak keluarga terbunuh boleh berdamai dengan si pembunuh dengan jalan menuntut selain diyat, walaupun nilainya lebih besar daripada diyat. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw:
"Barangsiapa yang membunuh (orang tak bersalah) secara sengaja (dan terencana), maka urusannya kepada pihak keluarga si terbunuh. Jika mereka mau, menuntut hukum balas membunuh; dan jika mau, mereka menuntut diyat, yaitu (membayar) tiga puluh hiqqah (onta betina berusia tiga tahun yang masuk tahun keempat) dan tiga puluh jadza’ah (onta yang masuk tahun kelima) serta empat puluh khalifah (onta yang sedang bunting) dan, apa saja yang mereka tuntut kepadasi pembunuh sebagai imbalan perdamaian, maka ia (imbalan itu) untuk mereka, dan yang demikian itu untuk penekanan pada diyat."
Namun mema’afkan secara cuma-cuma, tanpa menuntut apa-apa kepada si pembunuh adalah sikap yang amat sangat utama lagi mulia. Firman-Nya:
....     ....
“...Dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu....” (Al-Baqarah: 278)

[151] ialah suami atau wali. kalau wali mema'afkan, Maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang mema'afkan, Maka dia membayar seluruh mahar.
 Syarat-syarat Wajibnya Hukum Qishash
Hukum qishash tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah memenuhi beberapa syarat berikut ini :
1. Si pembunuh haruslah orang mukallaf (aqil baligh), sehingga anak kecil, orang gila, dan orang yang tidur tidak terkena hukum qishash. Nabi saw bersabda:
رُفِعَ اْلقَلَمُ عَنِ ثَلَاثٍ˸ عن الصَّبِىِّ حتّى يَبْلُغَ وعنِ الْمَجْنُونِ حتّى يُوْفِيْقُ، وعنِ النَائِمِ حتّى يَسْتَيْقِظُ
“Diangkat pena dari tiga golongan: (Pertama) dari anak kecil hingga baligh, (kedua) dari orang tidak waras pikirannya hingga sadar (sehat), dan (ketiga) dari orang yang tidur hingga jaga.”
2. Orang yang terbunuh adalah orang yang terlindungi darahnya, yaitu bukan orang yang darahnya terancam dengan salah satu sebab yang disebutkan dalam hadits Nabi saw:
"Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan satu di antara tiga … dst."
3. Hendaknya si terbunuh bukanlah anak si pembunuh, karena ada hadist Nabi saw:
لَا يُقَادُ وَالِدٌ بِوَلَدِهِ
"Seorang ayah tidak boleh dibunuh karena telah membunuh anaknya."
4. Hendaknya si korban bukanlah orang kafir, sedangkan si pembunuh orang muslim. Nabi saw beersabda:
لَا يُقتَلُ مُسْلِمٌ بكَافِرٍ
“Orang muslim tidak boleh dibunuh karena telah (membunuh) orang kafir.”
5. Hendaknya yang terbunuh bukan seorang hamba sahaya, sedang si pembunuh orang merdeka. Al-Hasan berkata:
لَا يُقتَلُ حُرٌّبِعَبْدٍ
“Orang merdeka tidak boleh dibunuh karena (telah membunuh) seorang budak.”
Ini adalah madzhab jumhur ulama’, mereka dengan banyak dalil yang kesemuanya tidak lepas dari pembicaraan. Syaikh Asy-Syinqithi rhm, dalam kitab Adhwa-ul Bayan menyebutkan dalil-dalil tersebut, kemudian beliau berkata: Riwayat-riwayat ini banyak, meskipun masing-masing darinya tidak lepas dari pembicaraan, namun sebagiannya memperkokoh sebagian yang lain dan saling menguatkan sehingga kesemuanya pantas dan boleh dijadikan hujjah. Dalil-dalil ini menetapkan bahwa orang merdeka tidak boleh dibunuh karena telah membunuh hamba sahaya. Dalil-dalil ini menetapkan bahwa orang merdeka tidak boleh dibunuh karena telah membunuh hamba sahaya.
Jika tidak ada tuntutan qishash pada sebagian anggota badan, maka sudah barang tentu tidak ada qishash dalam kasus pembunuhan dan tidak ada yang menentang ketetapan ini, kecuali Daud (Az-Zhain) dan Ibnu Ali Laila. Dalil-dalil itu juga menjadi hujjah atas para ulama’ yang berpendapat dalam kasus pembunuhan (oleh orang merdeka terhadap budak) karena tersalah, tidak disengaja, hanya ada kewajiban membayar qimah (sesuatu yang senilai), bukan diyat. Namun sekelompok ulama’ membatasi manakala qimahnya tidak sampai melebihi diat orang merdeka.
Dalil-dalil itu juga memutuskan bahwa kalu seorang merdeka menuduh hamba sahaya berbuat zina, maka ia (orang merdeka itu) tidak wajib dijatuhi hukum had menurut mayoritas ulama’, kecuali riwayat dari Ibnu Umar al-Hasan dan kelompok Zhahiriyah yang mewajibkan hukum had atas orang yang menuduh ummul berzina (secara khusus) tuduhan itu kepada ummul walad.”
 Sekelompok Diqsishash Karena Telah Membunuh Seorang
Apabila ada sekelompok orang sepakat membunuh satu orang, maka mereka semua dibunuh juga. Ini berpijak pada riwayat Imam Malik: Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar bin Khathab ra pernah membunuh sekelompok orang, yaitu lima atau tujuh orang karena telah membunuh seorang laki-laki dengan pembunuhan secara tipu daya (yaitu membujuk korban hingga mau keluar ke tempat yang sepi lalu dibunuh), dan dia berkata, 'Andaikata penduduk negeri Shan’a bersekongkol membunuhnya, niscaya kubunuh mereka semuanya.'”
 Jelasnya Pelaksanaan Hukum Qishash
Hukum qishash bisa menjadi jelas dilaksanakan dengan salah satu dari dua hal berikut:
1) Pengakuan dari pelaku
Dari Anas ra, bahwa ada seorang Yahudi menumbuk kepala seorang budak perempuan di antara dua batu. Lalu ia (budak itu) ditanya, “Siapa yang berbuat begini kepadamu? si A atau si B?” Hingga disebutlah nama orang Yahudi itu, lalu dia menganggukkan kepalanya. Kemudian didatangkanlah orang Yahudi itu, lalu (setelah ditanya) dia mengaku. Kemudian Nabi saw menyuruh agar kepala Yahudi itu ditumbuk dengan batu (juga).
2) Kesaksian dua oranglaki-laki yang adil
Dari Rafi’ bin Khadif ra berkata: “Pada suatu pagi ada seorang laki-laki dari kaum Anshar terbunuh di daerah Khaibar, lalu berangkatlah keluarganya menemui Nabi saw lantas mereka menyampaikan kasus pembunuhan tersebut kepada Beliau. Kemudian Beliau bersabda, “Apakah kelian memiliki dua laki-laki yang menyaksikan proses pembunuhan saudaramu itu?” Jawab mereka, “Ya Rasulullah, di sana tak ada seorang pun dari kaum muslimin. Mereka hanyalah kaum Yahudi dan tidak jarang mereka ini melakukan penganiayaan lebih kejam daripada ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, pilihlah lima puluh di antara mereka, kemudian ambillah sumpah mereka.” Namun mereka menolak. Kemudian Nabi saw membayar diat kepada ahli kurban dari kantongnya sendiri.”

 Syarat-Syarat Penyempurnaan Pelaksanaan Qishash
Demi kesempurnaan qishash ada tiga syarat yang harus di penuhi:
a) Ahli waris si kurban harus mukallaf. Jika ahli warisnya masih belum dewasa atau gila, maka si pembunuh harus dipenjara hingga ahli warisnya itu mukallaf.
b) Pihak keluarga korban sepakat menuntut hukum qishash, karena itu manakala ada sebagian di antara mereka yang mema’afkan secara gratis, maka gugurlah hukum qishash dari si pembunuh.
Dari Zaid bin Wahab, bahwa Umar ra pernah diajukan kepadanya seorang laki-laki yang telah membunuh laki-laki lain. Kemudian keluarga si terbunuh menghendaki qishash, maka ada saudara perempuan si terbunuh --dan ia adalah isteri si pembunuh berkata--, “Sungguh bagianku saya maafkan kepada suamiku.” Kemudian Umar berkata, “Hendaklah laki-laki yang membunuh itu memerdekakan budak sebagai sanksi dari pembunuhannya.”
Darinya (Zaid bin Wahab), ia berkata, “Ada seorang suami mendapati laki-laki lain berduaan dengan isterinya, kemudian dia bunuh isterinya. Kemudian kasus tersebut diajukan kepada Umar bin Khatab ra lalu dia mendapati sebagian saudara isterinya berada di sana, kemudian ia (saudara isterinya itu) menshadaqahkan bagiannya kepadanya (si pembunuh). Kemudian Umar ra menyuruh (si pembunuh) membayar diat kepada mereka semua.”
a) Pelaksanaan hukuman tidak boleh merembet kepada pihak yang tidak bersalah. Oleh karena itu, hukum qishash yang wajib dijatuhkan kepada seorang perempuan yang hamil, maka ia tidak boleh dibunuh sebelum melahirkan kandungannya, dan sebelum menyusuinya pada awal penyusuannya.
Yaitu penyusuan pertama kali, penyusuan ini amat sangat penting bagi kesehatan sang bayi, sedangkan melaksanakan hukum qishash pada seorang ibu sebelum menyusuinya (penyusuan pertama), sangat membahayakan si bayi. Kemudian manakala setelah penyusuan pertama itu ada orang yang bersedia menyusuinya, maka serahkanlah kepadanya, lantas sang ibu harus diqishash. Ini sesuai dengan hadist Imam Muslim. Jika ternyata tidak didapati ibu yang siap menyusuinya, maka ibu itu dibiarkan supaya menyusui anaknya dua tahun. Ini sesuai dengan hadist berikut:
Dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa ada seorang perempuan al-Ghamidiyah berkata kepada Nabi saw, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya saya telah berbuat sebuah kejahatan.” Sabda Beliau, “Kembalilah!” Lalu ia kembali (pulang). Kemudian pada esok harinya, ia datang (lagi) lalu berkata, “(Ya Rasulullah), barangkali engkau menolakku sebagaimana halnya engkau pernah menolak Ma’iz bin Malik? Demi Allah, sesungguhnya saya benar-benar telah hamil.” Sabda Beliau kepadanya, “Kembalilah!” Kemudian ia kembali pulang, kemudian pada esok harinya, ia datang (lagi) kepada Beliau, lalu Beliau bersabda kepadanya, “Kembalilah kau hingga kamu melahirkan!” Maka kembalilah sang perempuan, kemudian tatkala ia sudah melahirkan, ia datang lagi menemui Beliau dengan membawa bayinya, lantas berkata, “(Ya Rasulullah), ini bayi yang saya lahirkan.” Kemudian Beliau bersabda kepadanya, “Pulanglah dan susuilah bayimu itu hingga engkau menyapihnya.” Kemudian ia datang (lagi) dengan anak kecilnya yang sudah disapih, sementara di tangannya ada makanan yang dimakannya. Kemudian Rasulullah saw menyuruh agar anak kecil itu diserahkan kepada seorang sahabat yang hadir kala itu, lantas Beliau menyuruh shahabat menggali lubang untuk sang perempuan itu, lalu dirajam. Dan, adalah Khalid salah seorang yang merajamnya dengan batu, lalu dia (Khalid) mendapatkan percikan darahnya mengenai pipinya, lalu ia pun mengumpat dan mencacinya. Maka Nabi saw bersabda kepadanya, "Ya Khalid, tenanglah! (jangan emosi), demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh ia benar-benar telah bertaubat, yang andaikata taubat tersebut dilakukan oleh seorang yang banyak memungut pajak-pajak liar niscaya diampuni dosa-dosanya." Dan Rasulullah menyuruh (para sahabat mengurus jenazahnya), lalu jenazah wanita disholatkan, kemudian dikubur.
 Teknik Pelaksanaan Hukum Qishash
Prinsip pelaksanaan hukum qishash, si pembunuh harus dibunuh sebagaimana cara ia membunuh, karena hal ini merupakan hukuman yang setimpal dan sepadan. Allah swt berfirman:
          •   •    
“ Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.
             
“ Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamuakan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”
Di samping itu, Rasulullah saw pernah melempar dengan batu kepala orang Yahudi sebagaimana orang termaksud melempar dengan batu kepala seorang perempuan
 Pelaksanaan Hukum Qishash menjadi wewenang Hakim
Musafir (pakar tafsir) kenamaan, al-Qurthubi mengatakan, “Tiada khilaf di kalangan ulama’ bahwa yang berwenang melaksanakan hukum qishash, khususnya balas bunuh, adalah pihak penguasa. Mereka inilah yang berwenang melaksanakan hukum qishash dan hukum had dan yang semisalnya, karena Allah swt menuntut segenap kaum Mukminin untuk melaksanakan qishash, kemudian ternyata mereka semua tidak sanggup untuk berkumpul melaskanakan hukum qishash maka mereka mengangkat penguasa (hakim) sebagai wali dari mereka dalam melaksanakan hukum qishash dan lain-lainnya yang termasuk hukum had.”
Sebab yang demikian itu disebutkan oleh ash-Shawi dalam Hasyiyahnya atas tafsir al-Jalalain. Dia menulis sebagai berikut, "Manakala telah tetap bahwasanya pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja sebagai sebuah permusuhan, maka wajib atas hakim syar’i untuk memberi wewenang untuk wali si terbunuh terhadap si pembunuh. Lalu pihak hakim melaksanakan kebijakan yang dituntut oleh wali (keluarga) si terbunuh terhadap si pembunuh, yaitu balas bunuh, atau memaafkan, atau menuntut diat. Dan wali (keluarga) si terbunuh tidak boleh bertindak terhadap si pembunuh sebelum mendapat izin resmi dari hakim. Karena dalam hal ini terdapat kerusakan dan pengrusakan terhadap wewenang hakim. Oleh sebab itu, manakala pihak wali (keluarga) si terbunuh membunuh si pembunuh sebelum mendapat izin dari penguasa, maka pelakunya harus dijatuhi hukuman ta'zir (hukuman yang berdasar kebijakan hakim'."
 Hukum Qishash Selain Balas Bunuh
Sebagaimana telah berlaku secara sah hukum qishash berupa balas bunuh, maka begitu juga berlaku secara sah hukum yang tidak sampai pada pembunuhan. Allah swt berfirman:
   • • •                            
“ Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maaidah: 45)

Meskipun hukum ini telah diwajibkan pada ummat sebelum kita, sehingga ia menjadi syar’un man-qablana (syariat yang pernah dibelakukan pada umat sebelum kita), namun ia merupakan syariat bagi kita pula karena diakui atau ditetapkan oleh Nabi saw. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebagai berikut:
Dari Anas bin Malik ra bahwa Rubayyi’ binti an-Nadhr bin Anas ra telah memcahkan gigi seri seorang budak perempuan, kemudian mereka (keluarga Rubayyi’) bersikeras untuk membayar diat kepada mereka (keluarga si budak), lalu mereka (keluarga si budak), lalu mereka (keluarga si budak) tidak mau menerima melainkan qishash. Maka datanglah saudara Rubayyi’, Anas bin Nadhr, lalu bekata, “Ya Rasulullah, Engkau akan memecahkan gigi seri Rubayyi’! Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa yang haq, janganlah engkau memecahkannya”. Kemudian Beliau bersabda, “Wahai Anas, menurut ketetapan Allah swt (harus) qishash.” Kemudian mereka pada ridha dan memaafkan (Rubayyi’). Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah swt ada yang kalau bersumpah atas nama Allah swt pasti melaksanakannya.”
 Syarat-Syarat Qishash Selain Balasan Akan Pembunuhan
Untuk Qishash yang selain balas bunuh ditetapkan syarat-syarat berikut:
1. Yang melaksanakan penganiayaan harus sudah mukallaf
2. Sengaja melakukan jinayat, tindak penganiayaan. Karena pembunuhan yang bersifat keliru, tidak disengaja, pada asalnya tidak memastikan si pembunuh harus dituntut balas bunuh. Demikian pula halnya tindak pidana yang lebih ringan daripadanya.
3. Hendaknya status si penganiaya dengan yang teraniaya sama. Oleh karena itu, seorang muslim yang melukai kafir dzimmi tidak boleh diqishash, demikian pula dengan orang merdeka yang melukai hamba sahaya, dan seorang ayah yang melukai anaknya.
Oleh karena itu, seorang muslim yang melukai kafir dzimmi tidak boleh diqishash, demikian pula dengan orang merdeka yang melukai hamba sahaya, dan seorang ayah yang melukai anaknya.
 Hukum Qishash Yang Menimpa Anggota Tubuh
Untuk melaksanakan hukum qishash yang menimpa bagian anggota tubuh ada tiga syarat yang harus dipenuhi:
1) Memungkinkan pelaksanaan qishash ini berjalan secara adil dan tidak melahirkan penganiayaan baru. Misalnya memotong persendian siku, pergelangan tangan, atau kedua sisi hidung yang lentur, bukan tulangnya. Maka tidak ada qishash pada tubuh bagian dalam, tidak pula pada tengah lengan dan tidak pula pada tulang yang terletak di bawah gigi (tulang rahang).
2) Nama dan letak anggota tubuhnya sama. Karenanya, bagian anggota yang kanan tidak boleh dibalas dengan bagian anggota badan yang kiri, bagian anggota tubuh yang kiri tidak boleh dengan yang kanan, jari kelingking tidak boleh dengan jari manis, dan tidak pula sebaliknya karena tidak sama dalam hal nama, dan tidak pula bagian anggota tubuh yang asli dibalas dengan yang tambahan (melalui proses operasi) karena tidak sama dalam letak dan daya manfaatnya.
3) Kondisi bagian anggota tubuh si penganiaya harus sama dengan yang teraniaya dalam hal kesehatan dan kesempurnaan. Oleh sebab itu, tidak boleh anggota tubuh yang sehat dibalas dengan yang berpenyakit dan tidak pula tangan yang sehat lagi sempurna dibalas dengan tangan yang kurang jari-jarinya: namun boleh sebaliknya.
 Diqishash Karena Sengaja Melukai Orang Lain
Adapun kasus melukai orang lain secara sengaja, maka dalam kasus tersebut tidak wajib diqishash, kecuali pelaksanaannya sangat memungkinkan, yaitu sekiranya bisa melukai si penganiaya sama dengan luka yang diderita si korban, tanpa ada kelebihan dan pengurangan. Karenanya, apabila pelaksanan qishash ini tidak mungkin menghasilkan luka yang sama dan sepadan, melainkan mesti kadar ukurannya lebih, atau dapat membahayakan si penganiaya, atau justru membahayakan orang yang dijatuhi qishash ini, maka dalam hal ini tidak wajib diqishash, akan tetapi wajib membayar diat kepada si teraniaya.
2. 5 Hikmah Dilarangnya Pembunuhan
• Memberi pelajaran kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan keji.
• Manusia yang satu dengan yang lain saling menempatkan kedudukan yang tinggi baik di dalam hukum manusia maupun di hadapan Allah SWT.
• Menyelamatkan jiwa manusia.
• Terciptanya keamanan dan ketentraman dalam kehidupan sehari-hari.
• Memelihara kerukunan
• Memelihara harta dan kehormatan
• Memelihara kemashlahatan antar agama.

BAB II
DAFTAR RUJUKAN
Bin As-Sayyid Salim, Abu Malik Kamal. Shahih Fiqih Sunnah Lengkap berdasarkan Dalil-dalil dan penjelasan para imam yang termasyhur. Jakarta: PustakaAzzam, 2007.
Bin Badawi Al-Khadafi, AbduL ‘Azhim. Al-Wajiz ensiklopedi Fiqih Islam dalam Al-Qur’an dan As-sunnah As-Shahihah. Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008.
Bin Fauzan Al- Fauzan, Syaikh Dr. Shalih. Rigkasan Fiqh Lengkap. Jakarta: PT Darul Falah, 2005.
Muhammad Syah, Ismail. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset, 1992.
Saleh, Hassan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Bin Badawi Al-Khadafi, AbduL ‘Azhim. Al-Wajiz Panduan Fiqh Lengkap. Bogor: Pustaka Ibnu, 2007.