BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Qishash
Qishash (bahasa arab: قصاص) adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.
Salah satu bentuk balasan atas perbuatan buruk, dalam hal ini Jinayat, adalah Qishash. Menurut syara’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya.
II.2 Syarat-Syarat Qishash
a. Seorang pelaku pembunuhan adalah orang yang telah baligh dan berakal. Karena qishash termasuk hukuman yang sangat berat yang tidak boleh dilaksanakan bagi seorang anak kecil atau orang yang gila.
b. Adanya unsure sepadan (kafaah) antara pembunuh dan korbannya ketika terjadinya pembunuhan. Misalnya mereka adalah satu agama, sama-sama merdeka, atau sama-sama budak
c. Tidak memiliki hubungan darah. Misalnya korban yang dibunuh adalah anak dari pelaku pembunuhan tersebut atau korbannya adalah cucu atau cicit
d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
f. Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR. Turmudzi dan Nasaâ’)
II. 3 Macam-macam Qishash
a. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana hukuman.
b. Qishash anggota badan yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan
II. 4 Qishash organ tubuh
Hukum Qishash terhadap tindak kriminal anggota tubuh atau dengan cara melukainnya telah ditetapkan didalam Al-Qur’an, as-sunnah, dan ijma’. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
“ Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. “ (al-Maidah : 45)
Syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan qishash terhadap anggota tubuh sama halnya syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksaan qishash dalam masalah pembunuhan. Yakni bahwa pembunuhan tersebut harus dilakukan secara sengaja. Karena dalam kejahatan yang tidak disengaja atau semi sengaja tidak ditetapkan qishash.
Mengenai masalah qishash terhadap anggota tubuh telah ditetapkan bahwa mata dibalas dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, tangan dengan tangan, kaki dengan kaki, anggota tubuh bagaian kanan dengan anggota tubuh bagaian kanan. Dan seterusnya.
Qishash terhadap anggota tubuh harus memenuhi tiga syarat:
1. Aman dari bahaya yang berkelanjutan. Yaitu, dengan cara memotong di pergelanagan
atau persendian. Jika tidak demikian, maka qishash tersebut tidak boleh dilaksanakan.
2. Adanya persamaan anggota tubuh si korban dan pelaku, sama nama dan keberadaan
Tempatnya.
3. anggota tubuh korban dan pelaku harus sama dari segi kesehatan dan kesempurnaan.
II.5 Contoh persoalan-persoalan yang menyebabkan Qishash
KOMPAS.com — Keberuntungan dan nasib baik boleh jadi belum sepenuhnya didapat Darsem binti Dawud Tawar. Pada Desember 2007, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Subang, Jawa Barat, itu dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya, seorang warga negara Yaman.
Dalam persidangan, Darsem lewat pengacaranya, yang ditunjuk Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, menyatakan pembunuhan itu terjadi karena dia membela diri. Sang majikan akan memerkosanya.
Sayang, pengadilan di Riyadh, Arab Saudi, tetap menjatuhinya vonis mati pada 6 Mei 2009. Namun, berkat bantuan pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan juga pejabat Gubernur Riyadh, Darsem mendapat pemaafan.
Ahli waris korban, Asim bin Sali Assegaf, pada 7 Januari 2011 memutuskan memberikan maaf kepada Darsem, tetapi juga meminta uang kompensasi diat sebesar dua juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar. Dalam enam bulan ke depan, uang yang juga dikenal sebagai blood money itu harus dilunasi.
Untuk sementara waktu, Darsem lolos dari jerat vonis mati. Apalagi sejumlah dermawan di negeri itu pun tergerak membantu menalangi separuh kewajiban diat Darsem. Sayang, hal itu tidak lantas menjadikan segala sesuatunya semakin mudah buat Darsem, terutama karena tidak jelas benar siapa yang akan membayari separuh sisa kewajiban diatnya.
Bahkan, pemerintah pun tidak secara gamblang menyebut akan membayari, baik secara penuh maupun separuh. Kalaupun terlontar sejumlah pernyataan, isinya tak lebih dari sekadar janji dan kalimat normatif dari ”mulut” sejumlah kementerian terkait.
Sebut saja Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar. Secara normatif, keduanya menyebut perlindungan TKI adalah tugas dan kewajiban pemerintah.
Untuk itu, pemerintah akan menanggung sebagian uang diat itu, tetapi tanpa merinci pos anggaran kementerian mana yang akan dipakai. Tidak jelas juga apakah hal itu berarti pemerintah akan menerima begitu saja sumbangan dari dermawan asing dalam kasus yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah.
Pernyataan tak kalah membingungkan juga dilontarkan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Moh Jumhur Hidayat, Kamis lalu. Dia mengajak para tokoh agama Tanah Air ikut melobi Dewan Ulama Arab Saudi agar pemerintah di sana membebaskan Darsem dari semua hukuman dan kewajiban.
Dia bahkan juga melontarkan gagasan agar sejumlah pemangku kepentingan (stakeholder) untuk urusan TKI menggelar semacam acara amal bertajuk ”Malam Dana Darsem”.
Dalam jumpa pers pada hari yang sama, pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar juga tak kalah membingungkan. Muhaimin hanya menyebut akan memaksimalkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya tenggat pelunasan uang diat tanpa, sekali lagi, secara rinci menyebut dari mana uang akan dianggarkan.
Sejak awal, ketidakjelasan penanganan kasus sudah tampak saat pemerintah tengah mengupayakan jalur hukum (banding). Belakangan muncul tawaran pemaafan dengan kewajiban membayar diat dari pihak keluarga korban, yang juga diterima perwakilan RI di sana. Hal itu dibenarkan Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak.
”Waktu itu, ya, kami sanggupi saja dulu (menerima tawaran pemaafan dengan kompensasi). Soal bagaimana membayarnya nanti, ya akan diupayakan (caranya). Saya yakin pada saatnya kalau pemerintah harus keluar uang, ya pasti akan mengeluarkan (uang). Selain itu, kami juga, kan, masih menempuh upaya banding. Kalau dimenangkan, Darsem dinyatakan tak bersalah, otomatis tidak perlu membayar uang diat lagi,” ujar Tatang.
Menanggapi itu semua, sejumlah kalangan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengurusi TKI. Selama ini pemerintah selalu terkesan kedodoran dan bertindak layaknya ”pemadam kebakaran”.
Untuk kasus Darsem, Direktur Migrant Care Anis Hidayah mendesak pemerintah lebih fokus ke jalur hukum, mengupayakan banding bagi Darsem. Apalagi diketahui pembunuhan terjadi karena membela diri. Menurut Anis, Darsem hanya korban dan sangat tidak pantas jika dia mengajukan pemaafan dan membayar diat.
Jika dilakukan, hal itu hanya akan melegitimasi Darsem sebagai seorang pembunuh. Anis khawatir hal seperti itu akan menjadi preseden buruk dan pemerintah akan kembali mengulangi cara penanganan macam itu dalam kasus lain pada masa mendatang.
Koordinator Penelitian Perlindungan Perempuan Pekerja Migran di Luar Negeri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jaleswari Pramowardhani mengingatkan, TKI sudah sepantasnya diperlakukan layaknya duta bangsa. Apalagi selama ini mereka mendatangkan devisa besar bagi negara.
Oleh karena itu, penanganan kasus atas TKI sudah sepantasnya dilakukan sebaik mungkin dan dengan cara yang paling bermartabat. Hal itu demi menjaga harga diri bangsa Indonesia di mata dunia. (DWA)
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat meminta peran tokoh agama di Tanah Air untuk melobi Dewan Ulama Arab Saudi. Melalui lobi itu, Jumhur berharap ada pembebasan dari ancaman hukuman mati ataupun keringanan denda (diat) terhadap Darsem binti Daud Tawar, tenaga kerja Indonesia asal Subang, Jawa Barat.
"Keberadaan tokoh agama kita bisa dihormati sekaligus diterima secara terbuka oleh pemerintah dan masyarakat Arab Saudi, termasuk karena hal ini berkaitan dengan penerapan hukum Islam," kata Jumhur, Kamis (3/3/2011) di Jakarta.
Ia menilai, kasus Darsem bukan semata-mata persoalan pemerintah, melainkan menyangkut rasa kemanusiaan yang telah melibatkan nurani seluruh warga bangsa. "Sementara pemerintah terus berusaha membebaskan Darsem, akan lebih sempurna bila upaya itu bisa kita lakukan bersama sebagai warga bangsa," kata Jumhur.
Darsem terbukti bersalah membunuh majikannya, seorang warga negara Yaman, pada Desember 2007. Ia didakwa membunuh majikannya saat hendak diperkosa. Pengadilan Riyadh, Arab Saudi, pada 6 Mei 2009, memvonis Darsem dengan hukuman mati.
Namun, berkat kerja sama antara Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan Pejabat Gubernur Riyadh, Darsem akhirnya mendapat pemaafan dari ahli waris korban dengan kompensasi uang diat sebagai pengganti hukuman mati sebesar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar.
Jumhur menjelaskan, saat ini proses pengadilan terhadap Darsem telah memasuki tahap naik banding. Dengan demikian, masih terdapat kemungkinan keringanan hukuman dan diat.
Ia mengemukakan, berbagai pihak stakeholders TKI akan segera menggelar Malam Dana Darsem, yang hasilnya akan disumbangkan guna ikut meringankan hukuman Darsem.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar mengatakan, pemerintah Indonesia siap menebus TKI Indonesia Darsem binti Daud, yang divonis hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi atas tuduhan membunuh majikannya.
Pihak keluarga korban meminta pembayaran uang kompensasi atau diat sebesar dua juta real atau setara Rp 4,6 miliar. Saat ini ada beberapa dermawan di Arab Saudi yang telah menyumbang 1 juta real atau setara Rp 2,3 miliar.
"Kita akan lakukan pembayaran," kata Linda kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (3/3/2011). Namun, Linda menegaskan, saat ini pemerintah Indonesia telah menunjuk seorang pengacara untuk mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada TKI asal Subang, Jawa Barat tersebut.
Sebelumnya dilaporkan, pemerintah tengah berupaya mencari sumber dana untuk menutupi kekurangan pembayaran uang kompensasi Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengkritik pemerintah, yang seharusnya bisa bertindak cepat mengatasi masalah, termasuk dengan langsung membayari uang diat itu. Apalagi, menurut Anis, pemerintah bukannya tidak punya uang mengingat dari setiap TKI yang akan diberangkatkan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengutip secara resmi uang sebesar 15 dollar AS untuk biaya perlindungan TKI. Kutipan itu kemudian menjadi pendapatan negara bukan pajak kementerian bersangkutan.
"Jadi, enggak ada itu pemerintah tidak punya uang. Enggak perlulah sampai menunggu disumbang dermawan negara lain. Begitu ada keputusan besaran uang diat yang diminta keluarga korban, pemerintah semestinya langsung umumkan akan membayari. Kalau uang segitu saja minta dibayari dermawan, mau jadi apa negara kita ini?" ujar Anis.
Anis juga mempertanyakan transparansi besaran dana dan pertanggungjawaban penggunaan uang kutipan biaya perlindungan TKI itu, yang selama ini dinilainya tidak jelas.
II.6 Hikmah hukum Qishash
Disyariatkan Qishash adalah rahmat kepada seluruh jajaran kemanusiaan dan sebagai usaha untuk menjaga tumpahnya darah mereka. Hal ini senada dengan firman Allah :
ولكم في القصاص حياة يا أولي الألباب لعلكم تتقون
"Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa" (Al Baqarah: 179).
Hikmah yang terkandung dalam Qishash adalah :
a. Untuk meredam kemarahan yang ada
b. Untuk meredam permusuhan
c. Menjaga jiwa seseorang
d. Memberikan hak korban yang telah diambil oleh pelaku pembunuhan
e. Agar kita dapat memahami makna dari kehidupan manusia di Bumi.
f. Penjagaan bagi masyarakat
g. Penghentian bagi pertumpahan darah
h. Pengobat bagi hati keluarga yang terbunuh
i. Sebagai realisasi atas keadilan serta keamanan
DAFTAR PUSTAKA
Segaf al-jufri salim Dr., Faridl Miftah Dr. H., 2006. Fiqih Sehari-hari. Jakarta :gema insani
F:\fiqh\pengertian-qishash.html
http://tafany.wordpress.com/2008/06/05/hukum-qishash/
Ibrahim At-Tuwaijri Syaikh Muhammad bin., Ringkasan Fiqih Islam. Islam house
Kompas. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar